Yang Harus Anda Ketahui Pajak Warisan dan Hibah

Dalam kehidupan, kita mungkin mendapati situasi di mana kita menerima harta atau aset melalui warisan atau hibah. Namun, menerima harta tersebut bukan berarti bebas dari kewajiban perpajakan. Di Indonesia, baik warisan maupun hibah memiliki ketentuan perpajakan tersendiri yang harus dipahami oleh penerima dan pemberi aset. Artikel ini akan membahas tentang apa itu pajak warisan dan hibah, bagaimana ketentuan perpajakannya, serta hal-hal penting yang harus diketahui terkait pengelolaan pajak dalam kedua situasi ini.

Apa Itu Pajak Warisan?

Pajak warisan adalah pajak yang dikenakan atas harta yang diterima oleh ahli waris setelah pemilik harta meninggal dunia. Warisan dapat berupa berbagai bentuk aset, termasuk properti, tanah, uang tunai, saham, kendaraan, dan benda berharga lainnya. Di Indonesia, meskipun warisan dianggap sebagai sumber penghasilan bagi ahli waris, pajak yang berlaku atas warisan bukanlah pajak langsung yang dikenakan pada harta tersebut, melainkan melalui mekanisme perpajakan lain.

Pajak warisan di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang, termasuk Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Menurut ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia, harta warisan bukan termasuk objek pajak jika masih dalam bentuk warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris. Namun, setelah warisan tersebut dibagi dan diterima oleh ahli waris, penghasilan yang dihasilkan dari harta warisan tersebut menjadi objek pajak.

Pajak Penghasilan (PPh) dan Warisan

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) No. 36 Tahun 2008, warisan yang belum terbagi bukan merupakan objek pajak. Ini berarti bahwa selama harta warisan belum dibagi atau dialihkan kepada ahli waris, harta tersebut tidak dikenakan pajak.

Namun, setelah warisan dibagikan, terdapat beberapa aspek perpajakan yang harus diperhatikan:

  1. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Warisan: Jika harta warisan yang diterima menghasilkan pendapatan, misalnya dari properti sewaan atau penjualan aset, penghasilan tersebut menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh). Penerima warisan, yaitu ahli waris, berkewajiban melaporkan pendapatan dari hasil pengelolaan warisan tersebut dan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): Ketika harta warisan berupa tanah atau bangunan, ahli waris wajib membayar BPHTB saat terjadi peralihan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan tersebut. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari nilai perolehan objek pajak (NPOP), setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang besarnya bervariasi di setiap daerah.

Contoh:

  • Jika ahli waris menerima tanah dengan nilai Rp 1 miliar, dan NPOPTKP di daerah tersebut adalah Rp 300 juta, maka BPHTB dihitung 5% dari Rp 700 juta (nilai setelah dikurangi NPOPTKP).
  • BPHTB = 5% x Rp 700 juta = Rp 35 juta.

Apa Itu Hibah?

Hibah adalah pemberian aset dari seseorang kepada orang lain secara sukarela dan tanpa imbalan. Hibah bisa berupa uang, tanah, bangunan, kendaraan, saham, atau harta lainnya. Di Indonesia, hibah juga dikenakan ketentuan pajak, meskipun berbeda dengan warisan. Hibah dapat terjadi antara individu-individu maupun antara individu dan lembaga, baik secara langsung maupun melalui perjanjian tertulis.

Perbedaan utama antara hibah dan warisan adalah hibah dilakukan saat pemberi hibah (donor) masih hidup, sedangkan warisan diberikan setelah pewaris meninggal dunia. Hibah juga dikenai ketentuan pajak, tetapi terdapat pengecualian dalam beberapa kondisi tertentu.

Pajak Penghasilan (PPh) dan Hibah

Seperti halnya warisan, hibah yang diterima dapat menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh). Namun, hibah yang diterima oleh pihak-pihak tertentu dapat dikecualikan dari pajak. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh No. 36 Tahun 2008, hibah yang diterima oleh kelompok berikut tidak dianggap sebagai objek pajak:

  1. Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus: Hibah yang diberikan kepada anak, orang tua, atau pasangan, tidak dikenakan PPh. Ini berarti jika seseorang memberikan hibah kepada anak atau orang tuanya, penerima tidak perlu membayar PPh atas hibah tersebut.
  2. Hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial: Hibah yang diberikan kepada badan amal, yayasan keagamaan, atau lembaga pendidikan juga dikecualikan dari pajak. Namun, badan-badan ini harus terdaftar dan diakui oleh pemerintah agar hibah yang diterima memenuhi syarat untuk pengecualian pajak.

Jika hibah tidak termasuk dalam kategori pengecualian tersebut, penerima hibah dapat dikenai Pajak Penghasilan atas hibah yang diterima, terutama jika hibah tersebut menghasilkan penghasilan.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Hibah

Seperti halnya warisan, hibah berupa tanah dan bangunan juga dikenai BPHTB. Dalam hal hibah, BPHTB dikenakan sebesar 5% dari nilai perolehan objek pajak (NPOP) setelah dikurangi dengan NPOPTKP. Perlu diingat bahwa BPHTB berlaku ketika ada peralihan hak atas tanah dan bangunan, baik melalui hibah maupun jual beli.

Namun, dalam kasus hibah, ada pengecualian BPHTB untuk hibah yang diterima oleh keluarga dalam garis keturunan lurus, seperti dari orang tua ke anak atau sebaliknya. Ini berarti hibah tanah atau bangunan dari orang tua kepada anak tidak dikenakan BPHTB, selama memenuhi syarat-syarat yang diatur oleh undang-undang perpajakan.

Kewajiban Pelaporan dan Sanksi

Penting untuk diingat bahwa meskipun warisan dan hibah bisa dikecualikan dari objek pajak dalam kondisi tertentu, penerima tetap wajib melaporkan harta yang diterima dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan. Hal ini untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan perpajakan dan menghindari potensi sanksi administratif di kemudian hari.

Apabila ahli waris atau penerima hibah tidak melaporkan perolehan harta tersebut, meskipun tidak ada kewajiban pajak, mereka dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan pajak sangat penting untuk menjaga transparansi dan menghindari masalah perpajakan di masa depan.

Penutup

Pajak warisan dan hibah merupakan dua aspek perpajakan yang sering kali menimbulkan kebingungan bagi banyak orang. Pada dasarnya, warisan yang belum dibagi tidak dikenakan pajak, namun ketika harta warisan sudah diterima dan menghasilkan pendapatan, maka penghasilan dari warisan tersebut akan dikenai Pajak Penghasilan (PPh). Selain itu, peralihan hak atas tanah dan bangunan dari warisan juga dikenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Di sisi lain, hibah dapat dikenai pajak, kecuali jika hibah diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau lembaga sosial dan keagamaan. Hibah berupa tanah dan bangunan juga dikenai BPHTB, dengan pengecualian untuk hibah dalam garis keturunan lurus.

Untuk menghindari potensi masalah pajak di masa mendatang, sangat penting bagi ahli waris dan penerima hibah untuk memahami kewajiban perpajakan mereka, melaporkan harta yang diterima, dan memastikan bahwa semua kewajiban pajak telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.