Risiko Hukum bagi PPK Ketika HPS Terlalu Tinggi

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) merupakan salah satu dokumen paling krusial dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Ia bukan sekadar angka, tetapi representasi akurasi perhitungan, kualitas perencanaan, dan akuntabilitas PPK dalam menjalankan tugas. HPS menjadi dasar penetapan nilai kontrak, pengendalian harga, negosiasi, bahkan menjadi tolok ukur apakah penawaran penyedia wajar atau tidak. Dengan kata lain, HPS yang salah dapat mengacaukan seluruh proses pengadaan.

Salah satu masalah yang paling sering ditemukan auditor adalah HPS yang terlalu tinggi. HPS yang melampaui nilai pasar atau tidak sesuai dengan harga wajar dapat menyebabkan kerugian negara, membuka ruang manipulasi harga, hingga memunculkan dugaan mark-up. Dan ketika masalah seperti ini muncul, pihak yang paling sering dimintai pertanggungjawaban adalah PPK.

Artikel ini membahas secara mendalam mengapa HPS yang terlalu tinggi berbahaya, bagaimana auditor melihat persoalan ini, serta risiko hukum nyata yang dapat menimpa PPK jika HPS tidak disusun secara akuntabel.

Mengapa HPS Menjadi Dokumen Kunci dalam Pengadaan

Sebelum membahas risiko hukum, penting memahami terlebih dahulu fungsi HPS. Banyak PPK memahami HPS hanya sebagai persyaratan dokumen. Padahal sebenarnya HPS memiliki peran sentral dalam seluruh proses pengadaan.

Pertama, HPS menjadi dasar kewajaran harga. Penyedia boleh menawarkan lebih rendah dari HPS, tetapi tidak boleh melebihi HPS. Karena itu, HPS menjadi “batas psikologis” dan “batas legal” dalam menilai wajar tidaknya penawaran.

Kedua, HPS digunakan untuk menilai apakah penawaran penyedia masuk akal. PPK dan Pokja akan membandingkan harga penawaran dengan HPS untuk melihat apakah ada dugaan harga tidak wajar, dumping, atau mark-up.

Ketiga, HPS menjadi dasar negosiasi. Jika HPS disusun terlalu tinggi, PPK kehilangan kemampuan negosiasi karena penyedia melihat HPS sebagai indikator bahwa instansi siap membayar mahal.

Keempat, auditor menggunakan HPS sebagai titik awal pemeriksaan. Jika HPS tidak wajar, seluruh proses akan dianggap cacat.

Karena perannya sangat besar, kesalahan dalam HPS secara otomatis berdampak pada keseluruhan proses pengadaan.

Bagaimana HPS Bisa Menjadi Terlalu Tinggi?

HPS yang terlalu tinggi tidak muncul dengan sendirinya. Biasanya ia berasal dari masalah dalam proses penyusunannya. Ada PPK yang mengambil harga tertinggi dari survei pasar, bukannya harga rata-rata. Ada pula yang menggunakan harga lama, atau harga dari toko yang tidak relevan. Bahkan banyak HPS disusun hanya menggunakan referensi dari penyedia tertentu, bukan dari sumber independen.

Kesalahan lain muncul dari kesalahan volume atau koefisien AHSP. Koefisien tenaga kerja yang terlalu besar, material yang dihitung berlebih, atau alat yang tidak relevan ikut menaikkan HPS. Selain itu, spesifikasi yang dibuat terlalu mewah, padahal kebutuhan sebenarnya sederhana, juga dapat menyebabkan HPS meningkat tanpa dasar yang kuat.

Masalah yang lebih serius adalah ketika HPS sengaja dinaikkan untuk ”memberi ruang” bagi penyedia tertentu. Praktik ini paling berbahaya karena bukan lagi kesalahan perhitungan, tetapi indikasi penyimpangan.

Tanpa disadari, berbagai kesalahan tersebut dapat menjadikan HPS jauh lebih tinggi daripada harga pasar sebenarnya. Dan di sinilah risiko hukum mulai muncul.

Cara Auditor Menilai HPS yang Terlalu Tinggi

Audit terhadap HPS bukan hanya dilakukan setelah kontrak selesai. Auditor dapat memeriksa kewajaran HPS di beberapa tahap, mulai dari perencanaan, proses pemilihan penyedia, hingga pembayaran. Auditor biasanya melakukan perbandingan antara HPS dan harga pasar aktual. Jika ditemukan selisih signifikan, auditor akan menelusuri lebih jauh.

Auditor akan mengecek:

  • sumber survei harga,
  • cara menghitung AHSP,
  • relevansi harga dengan kondisi pasar,
  • spesifikasi teknis yang digunakan,
  • perbandingan dengan kontrak atau harga sebelumnya.

Jika HPS terlalu tinggi tanpa dasar teknis yang kuat, auditor akan menyimpulkan bahwa penyusunan HPS tidak akuntabel. Dalam beberapa kasus, auditor dapat menghitung potensi kerugian negara jika kontrak menggunakan HPS sebagai dasar pembayaran.

Temuan auditor ini dapat berkembang menjadi pemeriksaan lanjutan, bahkan masuk ke ranah hukum jika auditor menemukan indikasi pelanggaran.

Risiko Administratif yang Dihadapi PPK

Risiko pertama yang paling mungkin terjadi adalah risiko administratif. PPK dapat dianggap lalai atau tidak cermat dalam menjalankan tugasnya. PPK dapat dikenakan sanksi disiplin, mulai dari teguran ringan hingga penurunan pangkat atau jabatan, tergantung tingkat kelalahan dan dampaknya.

Kesalahan administratif biasanya terjadi ketika PPK tidak melakukan survei harga dengan benar, atau hanya mengambil data dari satu sumber tanpa pembanding. Jika tidak ada indikasi penyimpangan, kesalahan ini hanya berakibat pada teguran atau sanksi ringan. Namun tetap saja, reputasi kerja PPK terkena dampaknya.

Risiko Kerugian Negara dan Pengembalian Keuangan

Ketika HPS terlalu tinggi dan kontrak menggunakan harga tersebut sebagai dasar pembayaran, auditor dapat menyatakan bahwa ada kelebihan bayar atau potensi kerugian negara. Dalam situasi ini, PPK berisiko diminta untuk mengembalikan kelebihan pembayaran tersebut, meskipun PPK tidak menerima keuntungan pribadi apa pun.

Inilah yang membuat banyak PPK merasa takut menyusun HPS. Sebuah kesalahan teknis dapat berakhir menjadi beban pribadi. Tidak sedikit kasus di mana PPK harus mempertanggungjawabkan selisih harga karena auditor menilai HPS tidak wajar.

Risiko pengembalian keuangan negara ini bukan hanya membebani secara finansial, tetapi juga mental dan profesional.

Risiko Hukum: Ketika Kesalahan HPS Dikategorikan Sebagai Penyimpangan

Risiko terberat yang dapat terjadi bagi PPK adalah risiko pidana. Meskipun tidak semua HPS tinggi berarti ada tindak pidana, namun ketika auditor menemukan indikasi mark-up atau manipulasi, kasus bisa masuk ke ranah hukum.

PPK berisiko dijerat jika:

  • HPS ternyata dibuat berdasarkan harga dari penyedia yang terkait,
  • HPS sengaja dinaikkan untuk menguntungkan pihak tertentu,
  • dokumen survei harga dibuat setelah proses berjalan,
  • AHSP dimanipulasi untuk menyesuaikan harga tertentu,
  • volume pekerjaan di-mark up untuk menaikkan total nilai.

Dalam kasus seperti ini, aparat penegak hukum dapat menganggap HPS yang terlalu tinggi sebagai bagian dari perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara.

Meskipun PPK tidak menerima keuntungan, kelalaian berat atau kesengajaan tetap dapat menyeret PPK pada proses hukum. Risiko ini nyata dan telah menimpa banyak PPK di berbagai daerah.

Tekanan Psikologis dan Beban Moral bagi PPK

Selain risiko administratif dan hukum, PPK juga menghadapi tekanan psikologis. HPS adalah dokumen yang paling sering ditanyakan auditor. Banyak PPK merasa cemas ketika menyusun HPS, terutama jika perencanaan tidak matang, pagu terlalu kecil atau terlalu besar, atau data pasar sulit diperoleh.

PPK sering terjebak dalam dilema:

  • jika HPS terlalu rendah, penyedia tidak akan mengikuti tender,
  • jika HPS terlalu tinggi, auditor akan mempersoalkan,
  • jika menunggu data terlalu lama, pengadaan bisa molor.

Di tengah dilema ini, PPK harus tetap bekerja sesuai aturan. Situasi seperti ini membuat banyak PPK merasa bahwa penyusunan HPS adalah salah satu tugas paling berat dalam pengadaan.

Cara Mencegah Risiko Hukum dalam Penyusunan HPS

Untuk menghindari berbagai risiko tersebut, PPK harus memastikan proses penyusunan HPS benar-benar akuntabel. Proses harus diawali dengan perencanaan matang, survei harga yang memadai, analisis harga satuan pekerjaan yang logis, serta dokumen pendukung yang lengkap.

Kuncinya bukanlah membuat HPS rendah atau mendekati pagu, tetapi memastikan HPS wajar, rasional, dan didukung bukti sah. Auditor tidak akan mempermasalahkan HPS yang wajar meskipun nilainya besar, selama dasar perhitungannya benar.

Dengan menerapkan tahapan penyusunan yang benar, PPK dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan risiko hukum, sekaligus menjaga integritas dan kualitas pengadaan.

Penutup

HPS tinggi bukan otomatis masalah. Banyak pengadaan yang benar-benar membutuhkan biaya besar. Yang menjadi masalah adalah HPS yang tidak wajar atau tidak memiliki dasar yang jelas. Di sinilah risiko hukum bagi PPK muncul.

PPK bertanggung jawab penuh terhadap penyusunan HPS dan harus memastikan setiap angka dalam HPS dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan administratif. Dengan perencanaan yang benar, survei harga yang akurat, dan penggunaan AHSP yang profesional, HPS tidak hanya menjadi aman dari risiko hukum, tetapi juga mendukung keberhasilan pengadaan secara keseluruhan.