Mengapa Regulasi PBJ Terasa Begitu Kompleks?

Regulasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) sering kali menjadi momok bagi banyak pegawai pemerintah. Baik bagi pejabat pembuat komitmen (PPK), pejabat pengadaan, pokja pemilihan, maupun pelaksana teknis di lapangan, aturan PBJ sering dianggap terlalu panjang, terlalu rumit, dan terlalu sering berubah. Banyak ASN yang mengeluh bahwa memahami pengadaan itu seperti mempelajari bahasa baru yang penuh istilah teknis, persyaratan legal, dan prosedur administratif yang tidak sederhana.

Namun sebenarnya, regulasi PBJ tidak diciptakan untuk membuat pegawai kesulitan. Regulasi itu lahir dari proses panjang untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan penggunaan keuangan negara secara benar. Pengadaan adalah salah satu area paling rawan penyimpangan, sehingga wajar jika regulasinya sangat ketat. Tetapi tetap saja, kompleksitasnya terasa berlebihan bagi banyak orang.

Artikel ini membahas mengapa regulasi PBJ terasa begitu kompleks, bagaimana sejarah dan filosofinya membuatnya berkembang seperti sekarang, dan bagaimana cara memahami regulasi agar tidak lagi terasa membingungkan bagi para pelaksana pengadaan.

Akar Masalah: Pengadaan adalah Area Risiko Tertinggi

Untuk memahami mengapa regulasi PBJ begitu kompleks, kita harus memahami sifat pengadaan itu sendiri. Pengadaan adalah titik pertemuan antara uang pemerintah, kebutuhan publik, penyedia swasta, dan proses administratif. Tidak ada urusan pemerintahan lain yang mempertemukan keempat unsur ini secara langsung.

Ketika pemerintah membeli barang atau jasa, uang negara bergerak. Dan setiap pergerakan uang negara selalu rentan terhadap tindakan yang tidak sah. Karena risiko ini sangat besar, regulasi harus dibuat sangat ketat. Regulasi harus mengatur bagaimana uang digelontorkan, apa yang boleh dibeli, bagaimana membelinya, siapa penyedianya, bagaimana menilai kualitasnya, apa yang harus dicatat, dan bagaimana mempertanggungjawabkannya.

Karena risikonya tinggi, aturan pun menjadi tebal dan rinci. Semakin tinggi risiko, semakin detail aturan yang harus dibuat, dan semakin banyak prosedur yang harus dipatuhi.

Sejarah Panjang Regulasi PBJ yang Bertumpuk

Kompleksitas regulasi PBJ tidak muncul tiba-tiba. Ia merupakan hasil dari evolusi panjang selama puluhan tahun. Pada masa lalu, pengadaan pemerintah tidak memiliki standar nasional. Setiap instansi menggunakan aturan sendiri. Ada banyak celah, aturan tidak konsisten, dan potensi penyimpangan sangat besar.

Pada tahun 2000-an, pemerintah mulai menyadari bahwa pengadaan perlu distandarkan secara nasional. Terbitlah Keppres 80/2003 yang menjadi landasan besar pertama. Namun setelah itu, berbagai perubahan terjadi karena keperluan harmonisasi, penyesuaian aturan, kasus hukum, dan perubahan kebijakan.

Setiap perubahan aturan hadir untuk menutup celah:
celah penyimpangan,
celah administrasi,
celah interpretasi,
atau celah dalam pelaksanaan teknis.

Tetapi penutupan celah ini sering mengakibatkan aturan menjadi semakin panjang dan bertumpuk. Meskipun hal itu dilakukan untuk membenahi sistem, dampaknya membuat regulasi terasa semakin rumit bagi para pelaksana.

Keinginan Menjaga Transparansi dan Mencegah Korupsi

Salah satu alasan terbesar mengapa regulasi PBJ sangat kompleks adalah dorongan kuat untuk mencegah korupsi. Pengadaan menyumbang kasus hukum terbesar di sektor publik. Banyak kasus korupsi di Indonesia lahir dari proses pengadaan yang tidak benar.

Untuk mengatasinya, regulasi PBJ harus detail dan menutup setiap potensi celah. Aturan harus memastikan bahwa pengadaan tidak dikendalikan oleh kepentingan yang salah. Pemerintah harus membuat mekanisme yang memastikan persaingan sehat, harga wajar, spesifikasi jelas, kontrak sah, dan pertanggungjawaban lengkap.

Kompleksitas regulasi adalah harga yang harus dibayar untuk mencegah penyimpangan. Semakin ketat pengawasan terhadap penggunaan anggaran, semakin kompleks aturan yang harus diterapkan.

Pengadaan Mengatur Banyak Situasi Berbeda

Banyak orang menganggap regulasi PBJ terlalu rumit karena mengatur banyak hal dalam satu peraturan. Namun kenyataannya, pengadaan memang mencakup berbagai kondisi yang tidak bisa disederhanakan begitu saja.

Pengadaan harus mengatur kondisi seperti:

  • pembelian barang kecil seperti alat tulis,
  • proyek besar seperti pembangunan rumah sakit,
  • pekerjaan konsultansi tenaga ahli,
  • pengadaan jasa lainnya seperti cleaning service,
  • proyek konstruksi multi-tahun,
  • belanja darurat pada bencana,
  • pengadaan melalui e-katalog,
  • pengadaan langsung,
  • tender kompleks.

Setiap situasi memiliki karakteristik berbeda dan risiko berbeda. Karena itulah peraturan PBJ menjadi luas. Tidak mungkin satu aturan sederhana dapat mencakup seluruh jenis pengadaan tersebut tanpa menciptakan kekaburan hukum.

Regulasi PBJ harus detail karena realitas pengadaan sangat beragam dan tidak dapat disamaratakan.

Perubahan Regulasi yang Cepat Membuatnya Terasa Sulit Diikuti

Salah satu penyebab PBJ terasa rumit adalah frekuensi perubahannya. Aturan PBJ memang sering diperbarui karena sistem pengadaan terus berkembang. Teknologi pengadaan elektronik berkembang dengan cepat, kebutuhan pemerintahan berubah, dan aturan harus menyesuaikan dinamika pasar.

Perubahan cepat ini penting agar sistem PBJ tetap relevan. Tetapi bagi pelaksana, perubahan yang terlalu sering membuat aturan terasa tidak stabil. Ketika pegawai mulai memahami satu regulasi, tiba-tiba aturan tersebut direvisi atau diperbaiki.

Situasi ini membuat banyak pegawai merasa bingung, seolah-olah mereka tidak pernah benar-benar memahami aturan secara utuh. Padahal perubahan itu sebenarnya dibuat untuk membuat sistem lebih efisien, namun dampaknya justru terasa kompleks bagi pelaksana.

Bahasa Hukum dan Teknis dalam Regulasi

Bagi banyak orang, bahasa regulasi PBJ terasa kaku, formal, dan sulit dipahami. Regulasi menggunakan istilah hukum, teknik, dan administrasi yang tidak umum digunakan dalam percakapan sehari-hari.

Istilah seperti “ranah kewenangan”, “persaingan sehat”, “evaluasi berjenjang”, “jangka waktu pemeliharaan”, atau “pertanggungjawaban formal” terdengar membingungkan bagi pegawai yang tidak terbiasa dengan bahasa hukum.

Bahasa yang formal ini diperlukan untuk memastikan aturan tidak memiliki ruang interpretasi yang dapat disalahgunakan. Namun bagi pelaksana, bahasa formal itu justru menambah beban kognitif.

Keterkaitan Antar Dokumen yang Memperumit Pemahaman

Pengaturan PBJ tidak hanya berdiri sendiri. Regulasi ini terhubung dengan banyak aturan lain:

  • aturan keuangan daerah,
  • aturan perbendaharaan,
  • aturan konstruksi,
  • aturan jasa konsultansi,
  • aturan perpajakan,
  • aturan audit,
  • aturan kepegawaian.

Karena saling terkait, seorang PPK atau pejabat pengadaan tidak cukup hanya memahami regulasi PBJ. Mereka juga harus memahami regulasi keuangan, kontrak, teknis konstruksi, hingga audit.

Keterkaitan inilah yang membuat PBJ terasa kompleks. Regulasi PBJ berfungsi sebagai simpul yang menghubungkan berbagai aspek administrasi dan teknis dalam pemerintahan.

Setiap Tahapan Pengadaan Memiliki Risiko Berbeda

Regulasi PBJ mengatur setiap tahapan pengadaan secara rinci:

  • perencanaan,
  • persiapan,
  • pemilihan penyedia,
  • pelaksanaan kontrak,
  • serah terima,
  • pembayaran,
  • pemeriksaan,
  • pemeliharaan.

Karena setiap tahapan memiliki risiko berbeda, regulasi harus mengatur masing-masing tahap dengan detail. Misalnya:

  • tahap perencanaan harus mencegah kebutuhan fiktif,
  • tahap pemilihan harus mencegah kolusi,
  • tahap kontrak harus mencegah manipulasi volume,
  • tahap pembayarannya harus mencegah mark-up.

Hal-hal ini membuat PBJ tidak bisa disederhanakan seperti prosedur administrasi biasa. Setiap tahap membutuhkan aturan tersendiri.

Tanggung Jawab Pribadi Pejabat PBJ Membuat Aturan Harus Detail

Dalam PBJ, pejabat publik memiliki tanggung jawab pribadi dan resiko hukum yang besar. Seorang PPK dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau administrasi jika melakukan kesalahan yang menyebabkan kerugian negara. Pokja pemilihan dapat dianggap lalai jika memilih pemenang yang tidak memenuhi syarat.

Karena risiko ini besar, regulasi harus memberikan panduan lengkap agar pejabat tidak salah langkah. Di sinilah detail aturan PBJ menjadi penting sebagai bentuk perlindungan hukum. Namun bagi banyak pegawai, detail aturan ini justru terasa membebani.

Tekanan Lingkungan Audit dan Hukum Menambah Kompleksitas

Pengadaan tidak hanya diatur oleh pemerintah tetapi juga diawasi oleh auditor, aparat pengawas internal, dan lembaga penegak hukum. Auditor sering memiliki interpretasi sendiri terhadap aturan PBJ. Penegak hukum juga memiliki pendekatan berbeda dalam menilai apakah tindakan tertentu merupakan pelanggaran.

Perbedaan interpretasi ini membuat pelaksana pengadaan merasa harus berhati-hati berlebihan. Banyak pegawai takut mengambil keputusan karena takut salah. Akibatnya, mereka merasa regulasi PBJ sangat rumit meskipun sebenarnya inti aturannya tidak terlalu sulit.

Ketidaksiapan SDM dan Kurangnya Pelatihan juga Menyebabkan PBJ Terasa Rumit

Kompleksitas regulasi PBJ tidak hanya datang dari aturannya, tetapi juga dari kesiapan SDM. Banyak pegawai belum mendapatkan pelatihan pengadaan secara mendalam. Mereka mulai bekerja dengan membaca aturan secara mandiri tanpa pendampingan.

Ketika pegawai yang belum terlatih membaca dokumen setebal puluhan halaman dengan bahasa hukum, wajar jika mereka menganggapnya rumit.

Jika SDM dilatih dengan benar dan terlibat langsung dalam proses pengadaan secara bertahap, regulasi yang kompleks bisa menjadi mudah dipahami.

Penutup

Regulasi PBJ terasa kompleks karena banyak alasan: risiko tinggi, evolusi panjang aturan, kebutuhan transparansi, variasi jenis pengadaan, perubahan cepat, bahasa hukum, keterkaitan dengan aturan lain, serta tekanan audit dan peradilan.

Namun kompleksitas ini tidak muncul tanpa tujuan. Kompleksitas ini dirancang untuk melindungi uang negara, memastikan akuntabilitas, menjaga kualitas pembangunan, mencegah penyimpangan, dan memberikan keadilan bagi penyedia yang berkompetisi.

Kabar baiknya, kompleksitas ini dapat dipahami jika dipelajari secara bertahap dan dipraktikkan secara konsisten. Pengadaan memang tidak sederhana, tetapi dapat menjadi mudah bagi mereka yang memahami proses dan filosofi di balik regulasi.