Pendahuluan
Pelatihan On the Job Training (TOT) dan sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) sering disebut-sebut sebagai dua hal yang tak bisa dipisahkan dalam dunia pengadaan publik. Mengapa demikian? Karena pelatihan yang baik tanpa pengakuan kompetensi formal akan sulit mendongkrak kredibilitas dan mobilitas karir peserta, sementara sertifikasi tanpa pelatihan terstruktur membuat peserta kesulitan memenuhi standar kompetensi yang diminta. Artikel ini menjelaskan secara panjang lebar hubungan antara TOT dan sertifikasi PBJ, manfaat keduanya, bagaimana merancang program TOT yang efektif untuk mempersiapkan peserta lulus sertifikasi, tantangan praktik di lapangan, serta rekomendasi praktis untuk penyelenggara dan peserta.
Tulisan ini ditujukan untuk pembaca umum: pejabat pengadaan, staf pengadaan daerah, trainer, hingga warga yang ingin tahu proses pengembangan kapasitas dalam pengadaan publik. Saya menggunakan bahasa sederhana dan menghindari istilah teknis yang rumit. Setiap bagian dibuat panjang agar pembaca mendapat pemahaman mendalam, bukan sekadar daftar poin. Tujuan utamanya adalah membantu institusi melihat TOT dan sertifikasi PBJ bukan sebagai kewajiban administratif semata, tetapi sebagai investasi jangka panjang untuk kualitas pengadaan dan layanan publik.
Apa itu TOT dan Mengapa Penting?
TOT adalah singkatan dari Training of Trainers atau pelatihan yang bertujuan mempersiapkan individu untuk menjadi pelatih (trainer) yang efektif. Dalam konteks PBJ, TOT biasanya ditujukan untuk pegawai yang akan menjadi fasilitator pelatihan internal di instansi—mereka diberi pengetahuan teknis, metode pengajaran, dan keterampilan fasilitasi agar dapat menularkan kemampuan kepada rekan kerja.
Pentingnya TOT terletak pada efek multiplikasi: dengan melatih pelatih yang kompeten, satu sesi TOT berkualitas bisa menjangkau banyak peserta melalui pelatihan internal berkelanjutan. Ini sangat efisien bagi organisasi pemerintah yang perlu meningkatkan kapasitas banyak staf tetapi seringkali memiliki keterbatasan anggaran untuk mengirim semua orang ke pelatihan eksternal.
Selain itu, TOT membantu memastikan keseragaman materi dan cara penyampaian. Trainer yang dilatih melalui TOT cenderung mengikuti kurikulum dan standar yang sama sehingga pengetahuan yang disampaikan lebih konsisten. Bagi peserta pelatihan PBJ, hal ini penting karena mereka menerima materi yang relevan dan sesuai dengan praktik yang diharapkan dalam sertifikasi.
TOT juga membekali trainer dengan keterampilan non-teknis yang sama pentingnya: bagaimana menyusun modul yang mudah dipahami, teknik mengelola diskusi, penggunaan alat bantu belajar sederhana, serta evaluasi pembelajaran. Keterampilan ini membantu peserta mendapatkan pengalaman belajar yang interaktif, bukan sekadar ceramah, sehingga kesiapan untuk menghadapi ujian sertifikasi meningkat.
Apa itu Sertifikasi PBJ dan Fungsinya?
Sertifikasi PBJ adalah proses pengakuan kompetensi bagi tenaga pengadaan atau pihak terkait yang menyatakan bahwa seseorang memiliki kemampuan dan pengetahuan sesuai standar tertentu dalam pengadaan barang dan jasa publik. Sertifikasi ini biasanya diselenggarakan oleh lembaga yang ditunjuk dan mengacu pada standar kompetensi yang diakui di tingkat nasional.
Fungsi sertifikasi tidak hanya sebagai tanda kelayakan individu, tetapi juga sebagai alat peningkatan profesionalisme dalam pengadaan publik. Dengan adanya sertifikat, pejabat pengadaan dianggap memiliki standar minimal kemampuan: memahami prosedur pengadaan, mampu menyusun dokumen pengadaan, mengevaluasi penawaran, dan mengelola kontrak dengan benar. Hal ini berperan penting dalam mengurangi risiko korupsi, kesalahan administrasi, dan kegagalan pelaksanaan proyek.
Sertifikasi juga mempermudah mobilitas karir dan pengakuan profesional. Pejabat yang bersertifikat lebih mudah dipercaya untuk menduduki posisi strategis atau dilibatkan pada proyek yang kompleks. Bagi institusi, memiliki banyak staf bersertifikat menunjukkan komitmen terhadap tata kelola yang baik dan memperkuat kredibilitas organisasi di hadapan publik.
Namun, sertifikasi tidak boleh dilihat hanya sebagai label—ia harus diikuti dengan kemampuan nyata. Karena itu, integrasi antara program pelatihan (seperti TOT) dengan persiapan sertifikasi sangat penting agar peserta tidak hanya memiliki kertas bukti tetapi juga kompetensi praktis yang bisa diterapkan di lapangan.
Mengapa TOT dan Sertifikasi PBJ Harus Terintegrasi?
Integrasi antara TOT dan sertifikasi PBJ memberikan keuntungan berganda. Pertama, TOT yang dirancang selaras dengan standar sertifikasi memastikan materi pelatihan relevan dan terarah pada kompetensi yang akan diujikan. Hal ini meminimalkan pemborosan waktu pada materi yang tidak esensial dan memaksimalkan peluang peserta lulus sertifikasi.
Kedua, integrasi memungkinkan metode pembelajaran yang berfokus pada praktik. Sertifikasi PBJ tidak hanya menguji pengetahuan teoretis, tetapi juga kemampuan menerapkan prosedur pengadaan dalam situasi nyata. Dengan TOT yang menekankan simulasi, studi kasus, dan praktik langsung, peserta mendapatkan pengalaman yang mendekati kondisi kerja nyata sehingga saat diuji mereka lebih siap.
Ketiga, integrasi menguatkan sistem pengembangan kapasitas internal. Ketimbang mengandalkan pelatihan eksternal yang mahal, instansi bisa membangun pool trainer bersertifikat yang secara berkelanjutan melakukan pelatihan internal untuk mengangkat kompetensi seluruh staf. Dengan demikian, upaya peningkatan kapasitas menjadi lebih berkelanjutan dan hemat biaya.
Keempat, integrasi juga membantu dalam standarisasi praktik pengadaan. Trainer yang mengikuti TOT terpadu akan menyampaikan prosedur yang konsisten sesuai standar sertifikasi, sehingga praktik pengadaan di berbagai unit kerja menjadi seragam dan dapat dipertanggungjawabkan.
Terakhir, integrasi memperkuat budaya pembelajaran dan profesionalitas: pegawai melihat jalur yang jelas antara pelatihan, sertifikasi, dan pengakuan profesional. Ini memotivasi pegawai untuk belajar dan memperbaiki praktik kerja mereka.
Menyusun Program TOT yang Efektif untuk Mempersiapkan Sertifikasi PBJ
Merancang program TOT yang efektif membutuhkan sejumlah elemen kunci. Pertama, kurikulum TOT harus merujuk langsung pada standar kompetensi sertifikasi PBJ. Artinya setiap modul TOT harus menunjukkan kaitannya dengan kompetensi yang diuji: misalnya modul perencanaan pengadaan mengaitkan materi dengan kemampuan menyusun Rencana Umum Pengadaan, modul evaluasi penawaran mengaitkannya dengan teknik penilaian teknis dan harga, dan sebagainya.
Kedua, metode pengajaran harus variatif dan fokus pada praktek. Penggunaan studi kasus lokal, simulasi proses lelang, latihan pengecekan dokumen, dan role-play penanganan sengketa membuat peserta aktif belajar. Trainer harus dilatih bukan hanya soal materi, tetapi juga teknik fasilitasi seperti memberi umpan balik, memfasilitasi diskusi, dan menilai kinerja peserta.
Ketiga, evaluasi pembelajaran harus terukur. Selain evaluasi pengetahuan melalui tes, program TOT efektif menggunakan penilaian praktik—misalnya peserta diminta menyusun dokumen pengadaan lengkap atau melakukan simulasi evaluasi penawaran. Hasil penilaian ini membantu melihat kesiapan peserta untuk ujian sertifikasi.
Keempat, sertifikasi internal sebagai tahap persiapan. Beberapa institusi mengadakan penilaian internal yang meniru format ujian sertifikasi resmi. Peserta yang lulus penilaian internal mendapat rekomendasi untuk mengikuti uji sertifikasi resmi. Ini membantu memastikan keseriusan dan kesiapan peserta.
Kelima, dukungan pasca-TOT penting: mentor atau sesi pendampingan menjelang ujian membantu peserta mengatasi hambatan praktis. Mentor dapat mereview dokumen peserta, memberikan latihan tambahan, dan membantu memahami soal-soal sulit.
Tantangan dalam Mengimplementasikan TOT yang Mengarah ke Sertifikasi
Meskipun manfaatnya jelas, pelaksanaan TOT yang efektif menghadapi hambatan di lapangan. Salah satu tantangan umum adalah keterbatasan anggaran. Banyak instansi kesulitan menyediakan dana untuk TOT berkualitas, mengirim peserta ke pelatihan, atau menyediakan fasilitas latihan yang memadai.
Tantangan lain adalah keterbatasan tenaga trainer yang kompeten. Tidak semua instansi memiliki personel yang mampu menjadi trainer; mereka memerlukan pelatihan khusus untuk menjadi fasilitator yang efektif. Di tempat lain, turnover pegawai membuat investasi TOT terasa tidak efektif karena trainer atau peserta pindah tugas.
Waktu menjadi kendala juga: pegawai yang harus mengikuti TOT seringkali masih memiliki beban kerja rutin sehingga sulit lepas penuh untuk pelatihan. Hal ini mengurangi fokus belajar. Selain itu, perbedaan latar belakang peserta (sebagian teknis, sebagian administrasi) membuat satu materi sulit cocok untuk semua.
Tantangan administratif dan regulasi juga ada: proses pengangkatan trainer, pengakuan hasil TOT sebagai syarat rekomendasi sertifikasi, dan sinkronisasi antara jadwal TOT dan penyelenggara sertifikasi resmi seringkali tidak harmonis.
Mengatasi tantangan ini memerlukan solusi praktis seperti penganggaran yang realistis, kebijakan cuti khusus untuk pelatihan, pembangunan pool trainer antar-institusi, serta penggunaan model blended learning (gabungan tatap muka dan daring) untuk fleksibilitas.
Contoh Program TOT yang Sukses: Kerangka Sederhana
Sebuah kerangka TOT yang terbukti baik meliputi beberapa fase. Fase pertama adalah persiapan: pengumpulan kebutuhan pelatihan, identifikasi peserta, dan kesesuaian kurikulum dengan standar sertifikasi. Fase kedua adalah pelaksanaan TOT intensif selama beberapa hari dengan metode interaktif—studi kasus, simulasi, dan tugas praktik.
Fase ketiga adalah pendampingan: peserta mendapat mentor yang membantu memoles hasil tugas praktik selama beberapa minggu. Pada fase ini juga diadakan penilaian internal yang meniru ujian sertifikasi resmi. Fase terakhir adalah evaluasi dan tindak lanjut: peserta yang lulus dipersiapkan mengikuti ujian sertifikasi resmi, sementara yang belum lulus mendapat program remedial.
Kerangka sederhana ini hemat biaya jika dilakukan secara bersama antar unit kerja atau antar kabupaten/kota (model pooling). Dengan berbagi trainer dan sumber belajar, biaya per peserta dapat ditekan dan cakupan pelatihan meningkat.
Rekomendasi Praktis untuk Penyelenggara dan Peserta
Untuk penyelenggara:
- Selaraskan Kurikulum TOT dengan Standar Sertifikasi: jangan mengajar materi yang tidak relevan.
- Bangun Pool Trainer Antar-Instansi: berbagi sumber daya mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas.
- Sediakan Waktu Belajar yang Memadai: beri jadwal bebas tugas bagi peserta.
- Gunakan Blended Learning: gabungkan modul daring dan praktik lapangan.
- Fasilitasi Akses ke Materi Sertifikasi: soal latihan, contoh studi kasus, dan simulasi ujian.
Untuk peserta:
- Manfaatkan Pendampingan: minta mentor meninjau tugas praktik.
- Belajar secara Bertahap: gunakan waktu senggang untuk mengulang materi.
- Praktikkan di Tempat Kerja: terapkan materi langsung pada pekerjaan sehari-hari.
- Siapkan Dokumen Pendukung: rekam jejak kegiatan pengadaan untuk bahan portofolio sertifikasi.
Kesimpulan
TOT dan sertifikasi PBJ bukanlah dua kegiatan yang berdiri sendiri. Keduanya saling memperkuat: TOT menyiapkan kapasitas praktis dan fasilitator yang mampu menularkan pengetahuan; sertifikasi memberikan pengakuan yang memotivasi dan menjamin standar kompetensi. Mengintegrasikan TOT dengan persiapan sertifikasi adalah langkah strategis untuk meningkatkan profesionalisme pengadaan publik, mengurangi risiko kesalahan administrasi, dan membangun budaya kerja yang akuntabel.
Penyelenggara perlu merancang program TOT yang praktis, berbasis kompetensi sertifikasi, dan didukung oleh sistem pendampingan. Peserta perlu proaktif memanfaatkan kesempatan belajar dan menerapkan pengetahuan di tempat kerja. Dengan pendekatan ini, upaya peningkatan kapasitas pengadaan bukan sekadar formalitas, melainkan investasi nyata untuk kualitas layanan publik.




